Analisis mengenai undang-undang pelindungan anak yang dikaitkan dengan paradigma perubahan sosial dan perubahan hukum
Oleh : Indri Ani
NIM : 1711143033
Jurusan : HES IIIB
Diajukan untuk memenuhi Tugas Sosiologi Hukum tanggal 8 November 2015
Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan mata rantai awal yang penting, anak dianggap lemah dalam masyarakat, seringngkali hak-hak anak dilanggar, banyaknyak kasus kekerasan yang terjadi pada anak membuat badan penegak hokum memberikan perlindungan untuk anak yang tercantum dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 lalu di rubah menjadi nomor 34 tahun 2014.
Pasal 8
Setiap anak berhak memperoleh layanan kesehatan dan jaminan social sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan social.
Penerapan paradigma dan kerelevananya dalam masyarakat
Pada pasal 8 ini didalamnya terkandung tentang perlindungan hak seorang anak yang dimana anak berhak memperoleh layanan kesehatan dan jaminan social sesuai dengan kebutuhan fisik, mental sepiritualdan social. Pasal ini masuk dalam paradiqma yang pertama yaitu hokum sebagai alat untuk melayani masyarakat dimana hukum selalu menyesuakan diri pada perubahan social, perubahan hokum atau perubahan social cenderung di ikuti oleh system lain karena dalam kondisi ketergantungan, hokum sebagai alat untuk mengabdi pada perubahan social.dimana pasal ini di buat guna memberi jaminan atau kepastian hokum mengingat :
Anak adalah amanat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Anak adalah penerus cita-cita pejuang bangsa yang memiliki peran setrategis , mempunyai ciri dan sifat khusus untuk di harapkan dapat menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara di masa depan.
Anak perlu mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik secar fisik, mental maupun social dan mempunyai akhlaq yang mulia.
Namun pada kenyataannya masih banyak anak-anak yang terlantar,mengemis-ngemis dan anak jalanan, keberadaannya bukanlah fenomena baru di Indonesia. Dari fakta yang dapat dilihat secara kasat mata maupun dari berbagai sumber dapat disimpulkan bahwa fenomena anak jalanan masih akan terus membutuhkan perhatian dari Negara. Diperkirakan jumlah anak jalanan yang tersebar di 12 kota besar di Indonesia adalah 239.861 dan secara nasional diperkirakan lebih kurang 650.000 jiwa. Misalnya lagi keberadaan buruh anak di Indonesia saat ini, berdasarkan perkiraan BPS pada tahun 2010 di temukan 2,1 juta anak bekerja pada situasi buruk (wors form). Kurang lebih 50% mereka bekerja 35 jam seminggu. Jumlah ini belum mencakup anak-anak di bawah 10 tahun. umumnya mereka bekerja pada jenis pekerjaan yang terlarang dan berbahaya penuh resiko bagi anak, antara lain industri perikanan, pertambangan, kontruksi, trasportasi, industry kimia dan sebagainya, dan yang paling ironisnya lagi di pekanbaru, bali dan Kalimantan barat banyak anak yang bekerja sebagai pekerja seksual. ketidak sesuaian antara undang-undang nomor 23 tahun 2002 pasal 8 dengan kenyataan yang ada pada saat ini membuat undang-undang ini di rubah, dan di ganti dengan undang-undang nomer 35 tahun 2014. Sehingga banyak mengalami perubahan-perubahan paradiqma hokum, di antaranya memberikan tanggung jawab dan kewajiban Negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, orang tua atau wali dalam hal penyelenggaraan perlindungan anak. dalam mewujudkan ke efektifan pasal 8 ini peran pemerintah dan keluarga sangat di butuhkan, pemerintah di harapkan mefasilitasi anak atau memberi layanan pada anak seperti upaya membangun kabupaten/kota layak anak, peningkatan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan anak, membangun panti asuhan untuk anak terlantar, memberikan sarana prasarana dan ketersediaan sumberdaya manusia dalam penyelenggaraanya. Sedangkan untuk orang tua atau wali supaya dapat melakukan hadhanah (mengasuh anak) dengan penuh tanggung jawab supaya perhatian, kasih sayang dapat terbentuk dalam jiwa anak, sehingga anak tidak terlantar dan tidak turun kejalan serta dapat terpenuhi hak-hak anak secara seimbang.
Sedangkan undang-undang perlindungan anak yangmengatur mengenai pencabulan dan pelanggaran hak anak tertera pada pasal 82 dan 88.
Pada pasal 82
setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, di pidana dengan penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak 300 juta rupiah dan paling sedikit 60 juta rupiah.
Pasal 88
Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau dendan paling banyak 200 juta rupiah.
Penerapan paradiqma dan kerelevananya dalam masyarakat
Dari kedua pasal ini di dalamnya adalah membahas tentang hukuman bagi seorang yang melakukan pencabulan terhadap anak, atau di peruntukkan bagi seorang pedofilia. Kedua pasal ini masuk dalam paradiqma yang kedua yaitu hokum dapat menciptakan perubahan dalam masyarakat atau setidaknya dapat memacu perubahan, dimana hokum sebagai alat rekayasa masyarakat, hokum sebagai alat untuk merubah masyarakat secara langsung, dan hokum berorientasi ke masa depan. Dengan di cetuskannya pasal ini di harapkan bisa menjadi salah satu langkah yang tepat untuk memberikan perlindungan terhadap anak Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan masalah pedofilia, dan memberi efek jera bagi si pelaku tindak kejahatan pencabulan terhadap anak. Namun meski pasal ini sudah di sah kan masih kerap terjadi pelecehan seksual pada anak. Dewasa ini tingkat kekerasan seksual pada anak semakin meningkat.seperti kasus pedofilia. Pedofilia merupakan salah satu tindakan kejahatan seksual yang di lakukan oleh orang dewasa terhadap anak-anak di bawah umur, dengan cara pemaksaan, rayuan, dan bujukan atau bentuk lain. sering kali pelaku pedofilia ini adalah seseorang yang dulunya pernah mengalami tindakan kekerasan seksual yang serupa. Pedofilia merupakan perbuatan yang sangat mengancam kehidupan anak-anak. angka korban pedofilia yang ada di Indonesia jumlahnya semakin meningkat. Komisi nasional perlindungan anak mencatat selama tahun 2006 ada 426 kekerasan seksual pada anak dan kasus ini dari tahun ketahun terus meningkat. Dari kasus yang terungkap hingga saat ini terlihat belum ada tindakan tegas dari penegak hokum dan penentu kebijakan yang ada di tingkat kabupaten, provinsi maupun Negara. Ancaman hukuman yang masih dianggap ringan juga menjadi salah satu faktor semakin meningkatnya tindak pelecehan seksual bagi anak di bawah umur, ancaman hukuman pada undang-undang nomor 23 tahun 2002 pasal 82 dan 88 ini dianggap tidak relevan, karena tingkat kejahatan yang di perbuat dengan tingkat hukumanya tidak sesuai atau tidak setara. Maka dari itu undang-undang ini dirubah dengan undang-undang nomor 34 tahun 2014 yang isinya ancaman pidana maksimal 15 tahun minimal 5 tahun dan denda maksimal sebanyak 5 milyar, yang lebih khusus dalam undang undang ini adalah jika pelaku pemerkosaan atau pencabulan di lakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik atau tenaga pendidik maka pidananya di tambah 1/3 (sepertiga) Di Thailan hukuman bagi seorang pelaku pencabulan anak adalah ancaman hukuman mati, pemerintah Amerika Seriakat pun tidak kalah galaknya ,dua orang pengelola situs pornografi anak di tanggakap oleh pihak federal Amerika Serikat dan diajukan kepengadilan dan bagi si pelaku di jatuhi hukuman 1335 tahun untuk 89 tuntutan, sedangkan yang membantu di jatuhi hukuman 14 tahun, dan di inggris di lakukan penangkapan secara besar-besaran sekitar 1200 pengunjung situs pornografi anak, ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah memerangi hal ini.bahkan juga ekonomi yang sulit juga menjadi faktor kekerasan pada anak seperti anak di jadikan sebagi bahan eksploitasi untuk mencari uang. Menurut saya melihat kenyataan ini seharusnya pemerintah tidak hanya membuat undang-undang saja namun oprasi atau razia sewaktu-waktu seperti yang dilakukan Negara inggris. menginggat anak adalah penerus dan tunas bangsa yang mempunyai hak-hak untuk di lindungi.
DAFTAR PUSTAKA
https://Pedhopiliasexabuse.wordpress.com/2009/05/28/aspek-hukum-bagi-pedofilia-di-indonesia/
m.kompasiana.com/kang_maman72/isu-dan-tantangan-perlindungan-anak-di-indonesia-1_556b69752abubd154de40ee8
digilib.uinsby.ac.id/7971/
www.pn-palopo.go.id/index.php/berita/artikel/164-paradiqma-baru-hukum-perlindungan-anak-pasca-perubahan-undang-undang-perlindungan-anak
www.researchgate.net/publication/42348871_kajian_yuridis_terhadap_perlindungan_hak-hak_anak_dan_penerapannya_(penelitian_di_kota_binjai_kota_medan_dan_kabupaten_deli_serdang)
Minggu, 08 November 2015
Rabu, 07 Oktober 2015
Tugas kedua
Analisis Pelapisan Sosial dalam kasus Hukum
Oleh: Indriani (1711143033)
Disusun untuk memenui tugas kedua mata kuliah
Sosiologi hukum tanggal 06 Oktober 2015
|
Jenis Pidana
|
Nama
Korban
|
Jumlah Korban
|
Jumlah
Kerugian Secara materiil
|
Jumlah
Kerugian secara immaterial
|
Perlakuan
Aparat Hukum
|
Fasilitas
yang Diperoleh
|
LapisanSosial
Atas
|
Kasus tindak pidana korupsi yang di lakukan oleh
direktur cv dareta atau erry fuad
|
Negara
|
Tak
terhingga
|
Rp.2,1
miliar
|
Ter
coretnya nama baik cv dareta, menurunnya ke percayaan masyarakat terhadap cv dareta
|
Di
vonis penjara 2,5 tahun kurungan, keputusan aparat hukum yang member kemudahan
atau kelonggaran bagi terdakwa
|
Mendapatkan
fasilitas yang lebih dari pada tahanan lainnya dan boleh membawa telepon seluler
|
Kasus
penyuapan jaksa BLBI yang dilakukan oleh artalyta suryani
|
Negara
|
Tak
terhingga
|
660.000
dolar AS
|
Menurunnya kepercayaan warga terhadap pihak kejaksaan yang
mencederai instisusi hukum
|
Divonis
5 tahun penjara, kelonggaran hukuman
|
Mendapatkan
fasilitas mewah di setiap ruanga, antara lain: AC, LCD, home theatre, kulkas,
dispenser, serta blackberry
|
|
Lapisan
sosial bawah
|
Kasus
pencurian sebuah kartu perdana yang dilakukan oleh deli bucah berusia 14
tahun
|
Pemilikkonter
|
1
orang
|
Rp.10.000
|
Merasa
di rugikannya pihak yang di curi
|
Terancam
hukuman tujuh tahun penjara, keputusan aparat hukum yang tegas, dan memberatkan
|
Mendapat
belaan dari seorang kuasa hukum yang bernama hendra supriyatna
|
|
Kasus pencurian kayu jati milik Perhutani, di Situbondo Jawa Timur
atas nama nenek Asyani
|
Perhutani Situbondo
|
Negara
|
Rp.
4 juta
|
Merasa
dirugikannya pihak perhutani Situbondo, karena merasa telah kecurian kayu
|
Di
vonis 1 tahun 3 bulan penjara, keputusan yang sangat tegas dan memberatkan
|
Di
damping kuasa hukum yang handal dan merasa welas kepada terdakwa
|
|
Lapisan
sosial atas
|
Lapisan
sosial bawah
|
Jenis
pidana
|
Jenis
kasus pidana yang termasuk berat, jenis pidana untuk mencari kemewahan dan memperkaya
diri, di lakukan dengan senang hati
|
Jenis
kasus pidana ringan, melakukan pidana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
di lakukan dengan berat hati.
|
Korban
|
Negara
dan masyarakat
|
Biasanya
hanya salah seorang saja
|
Jumlah
kerugian secara materiil
|
Dengan
jumlah besar berkisar ratusan juta, milyaran, bahkan triliyunan
|
Biasanya
dengan jumlah kecil, kisaran antara 7 juta’an kebawah
|
Jumlah
kerugian secara immaterial
|
Kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga yang terkait
|
Merasa
di rugikan
|
Pelaku
aparat hukum
|
Hukum
yang di berikan banyak memberikan kelongaran,bersifat loyo dan kemudahan, tidak
terlalu memberatkan
|
Hukum
yang di berikan sangat memberatkan,
keras, tegas, dan tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan
|
Fasilitas
yang di terima selama proses hukum berlangsung
|
Di
damping oleh penasehat hukum atau pengacara dengan sukarela
|
Di
damping oleh penasehat hukum, yang tidak hanya satu, dan mendapatkan fasilitas
yang istimewa
|
Analisis kasus
Dari
kejadian kasus-kasus di atas dapat di analisis bahwa perlakuan penegakkan hukum
antara lapisan atas dan lapisan bawah sangat lah berbeda, pada lapisan atas
aparat penegak hukum cenderung bersifat loyo, lentur, longgar, banyak memberi kemudahan bahkan memberi
fasilitas yang mewah beda dari yang lain. Sedangkan pada lapisan bawah aparat
penegak hukumnya lebih bersifat tegas, kasar, berbelit-belit, menyulitkan
terdakwa, mencari-cari kesalahan terdakwa dan pada saat melakukan proses hukum
mereka tidak segan-segan berbuat kasar. Padahal di masyarakat lapisan atas
kasus pidana yang di alami termasuk kasus pidana kelas berat yang membuat
banyak kerugian bagi masyarakat dan negara, nominal yang
di curi kisaran ratusan juta, milyaran bahkan triliyunan dan dilakukan dengan senang
hati yang tujuannya untuk memperkaya dan mencari kemewahan diri sendiri.
Sedangkan di masyarakat lapisan bawah barang yang di curi tidaklah seberapa dan
termasuk pidana kelas ringan yang tidak banyak merugikan masyarakat dan negara
jumlah nominal yang di curi kisaran 7 juta kebawah mreka melakukan ini hanya
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Disini aparat penegak hukum lebih condong
pada orang yang mempunyai title ungul, mempunyai jabatan, kekuasaan, ilmu
pengetahuan, kehormatan dan mempunyai kekayaan. analisis ini sesuai dengan
pemikiran Donald Black tentang pelapisan sosial.
Selasa, 06 Oktober 2015
Tugas 2 Sosiologi Hukum
Analisis Pelapisan Sosial dalam kasus Hukum
Oleh: Indriani (1711143033)
Disusun untuk memenui tugas kedua mata kuliah
Sosiologi hukum tanggal 06 Oktober 2015
|
JenisPidana
|
NamaKorban
|
JumlahKorban
|
Jumlah
KerugianSecaramateriil
|
JumlahKerugiansecara
immaterial
|
PerlakuanAparatHukum
|
Fasilitas
yang Diperoleh
|
LapisanSosialAtas
|
Kasustindakpidanakorupsi yang
dilakukanolehdirektur cv daretaatauerryfuad
|
negara
|
Takterhingga
|
Rp.2,1
miliar
|
Tercoretnyanamabaik
cv dareta, menurunnyakepercayaanmasyarakatterhadap cv dareta
|
Divonispenjara
2,5 tahunkurungan, keputusanaparat hokum yang
memberikemudahanataukelonggaranbagiterdakwa
|
Mendapatkanfasilitas
yang lebihdaripadatahananlainnyadanbolehmembawateleponseluler
|
Kasuspenyuapanjaksa
BLBI yang dilakukanolehartalytasuryani
|
Negara
|
Takterhingga
|
660.000
dolar AS
|
Menurunnyakepercayaanwargaterhadappihakkejaksaan yang
mencederaiinstisusi hukum
|
Divonis
5 tahunpenjara, kelonggaranhukuman
|
Mendapatkanfasilitasmewah
di setiapruanga,antara lain: AC, LCD,home theatre, kulkas,dispenser,serta
blackberry
|
|
Lapisan
social bawah
|
Kasuspencuriansebuahkartuperdana
yang dilakukanoleh deli bucahberusia 14 tahun
|
Pemilikkonter
|
1
orang
|
Rp.10.000
|
Merasa
di rugikannyapihak yang di curi
|
Terancamhukumantujuhtahunpenjara,
keputusanaparat hokum yang tegas, danmemberatkan.
|
Mendapatbelaandariseorangkuasa
hokum yang bernamahendrasupriyatna
|
|
KasuspencuriankayujatimilikPerhutani,di SitubondojawatimuratasnamanenekAsyani
|
Perhutanisitubondo
|
Negara
|
Rp.
4 juta
|
Merasadirugikannyapihakperhutani
situ bondo,karenamerasatelahkecuriankayu
|
Di
vonis 1 tahun 3 bulanpenjara, keputusan yang sangattegasdanmemberatkan
|
Di
damping kuasa hokum yang handaldanmerasawelaskepadaterdakwa
|
|
Lapisan
social atas
|
Lapisan
social bawah
|
Jenispidana
|
Jeniskasuspidana
yang termasukberat, jenispidanauntukmencarikemewahandanmemperkayadiri, di
lakukandengansenanghati
|
Jeniskasuspidanaringan,melakukanpidanauntukmemenuhikebutuhansehari-hari,
di lakukandenganberathati.
|
Korban
|
Negara
danmasyarakat
|
Biasanyahanyasalahseorangsaja
|
Jumlahkerugiansecaramateriil
|
Denganjumlahbesarberkisarratusanjuta,milyaran,
bahkantriliyunan
|
Biasanyadenganjumlahkecil,
kisaranantara 7 juta’ankebawah
|
Jumlahkerugiansecaraimmaterial
|
Kurangnyakepercayaanmasyarakaatterhadaplembaga
yang terkait
|
Merasa
di rugikan
|
Pelakuaparathokum
|
Hokum
yang di berikanbanyakmemberikankelongarandankemudahan,tidakterlalumemberatkan
|
Hokum
yang di berikansangatmemberatkan,
keras, tegas, dantidaksesuaidengantindakpidana yang dilakukan
|
Fasilitas
yang di terimaselama proses hokum berlangsung
|
Didampingiolehpenasehat
hokum ataupengacaradengansukarela
|
Di
dampingiolehpenasehathokum, yang tidakhanyasatu, danmendapatkanfasilitas yang
istimewa
|
Analisis kasus
Dari
kejadian kasus-kasus di atas dapat di analisis bahwa perlakuan penegakkan hukum
antara lapisan atas dan lapisan bawah sangat lah berbeda, pada lapisan atas
aparat penegak hukum cenderung bersifat lentur, longgar, banyak memberi
kemudahan bahkan memberi fasilitas yang mewah beda dari yang lain. Sedangkan
pada lapisan bawah aparat penegak hukumnya lebih bersifat tegas, kasar,
berbelit-belit, menyulitkan terdakwa, mencari-cari kesalahan terdakwa dan pada
saat melakukan proses hukum mereka tidak segan-segan berbuat kasar. Padahal di
masyarakat lapisan atas kasus pidana yang di alami termasuk kasus pidana kelas
berat yang membuat banyak kerugian bagi masyarakat dan negara, nominal yang di curi kisaran ratusan juta,milyaran bahkan triliyunan
dan dilakukan dengan senang hati yang tujuannya untuk memperkaya dan mencari
kemewahan diri sendiri. Sedangkan di masyarakat lapisan bawah barang yang di
curi tidaklah seberapa dan termasuk pidana kelas ringan yang tidak banyak merugikan
masyarakat dan negara jumlah nominal yang di curi kisaran 7 juta kebawah mreka
melakukan ini hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Disini aparat penegak
hukum lebih condong pada orang yang mempunyai title ungul, mempunyai jabatan,
kekuasaan, ilmu pengetahuan, kehormatan dan mempunyai kekayaan. analisis ini
sesuai dengan pemikiran donal black tentang pelapisan sosial.
Langganan:
Postingan (Atom)