KREDIT MACET
A.
Landasan Teori
Kredit dari bahasa latin yaitu
creditus-credere yang artinya kepercayaan. dalam Peraturan Bank Indonesia nomor
8/13/PBI/2006 pasal 1 angka 8 Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Selain
istilah, dalam undang-undang perbankan juga diatur tentang unsur-unsur kredit
diantaranya yaitu :
1. Penyediaan uang atau tagihan yang bisa
dipersamakan dengan uang
2. Berdasarkan persetujuan pinjam meminjam
3. Pihak yang meminjam itu wajib melunasi
dalam jangka waktu tertentu disertai bunga.
Selain istilah dan unsur-unsur terdapat
pula prinsip-prinsip yang harus dipakai oleh pihak Bank sebelum memilih nasabah,
supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kredit macet yang
akan kita bahas. Prinsip-prinsip itu sering disebut dengan istilah 5 C yaitu :
a) Character
b) Capital
c) Collateral
d) Condition
B.
Studi Kasus
Pak Imam Gozali adalah seorang pengusaha
tambang timah di Bangka, pak imam gozali ini bertempat tinggal di talun
kabupaten blitar, awalnya pak imam gozali beranggapan bisnis tambang timah ini
sangat menguntungkan akhirnya untuk menambah dan meluaskan usahanya pak imam
gozali memutuskan untuk melakukan pinjaman ke Bank BTPN yang berkedudukan di
Lodoyo kabupaten blitar pada tanggal 12 maret 2014, pak imam gozali meminjam
uang sebesar 165 juta dengan mengunakan jaminan sertifikat rumahnya. Selain di
Bank BTPN ini pak imam gozali juga mempunyai pinjaman di Bank-Bank lain. Pak
imam gozali dan Bank BTPN membuat kesepakatan bahwa akan mengangsur utang nya
itu selama 5 tahun dengan angsuran per bulannya sebesar 3,2 juta, dan apa bila
pak imam gozali lalai dalam melakukan pembayaran akan di beri peringatan
sebanyak tiga kali, apabila peringatan
sudah dilayangkan tiga kali dan pak imam gozali tetap mengabaikan maka jaminan
yang sudah diserahkan pak imam gozali di Bank akan disita oleh pihak bank.
Ternyata setelah mengangsur selama
sepuluh kali angsuran, usaha tambang timah pak imam gozali mengalami
kebangkrutan, sehingga menyebabkan pak imam gozali tidak mampu membayar
angsuran di Bank BTPN. Karena merasa pak imam gozali telah lalai dalam membayar
angsuran akhirnya petugas Bank pun mengirim tanda peringatan kepada pak imam
gozali, setelah Bank mengeluarkan peringatanya yang ke dua akhirnya pak imam
gozalipun pasrah bila rumahnya akan disita oleh Bank BTPN. Disini pihak Bank
dan pak gozali bersepakat untuk melelang rumah yang telah menjadi jaminan itu,
menurut informasi yang saya dapat pelelangan ini dilakukan oleh pihak Bank BTPN
melalui media masa seperti Koran. Setelah berjalannya waktu akhirnya rumah itu
berhasil dilelang lalu pihak Bank memberitahukan kepada pak imam gozali kalau
rumahnya berhasil dilelang dengan harga 125 juta disini pihak Bank memberikan
keringanan kepada nasabah untuk melunasi pokoknya saja dan sekali lagi pak
gozali pasrah dan meng iya kannya. Dan uang hasil lelangan itu semua diberikan
pada pihak Bank BTPN dan semua masalahpun berakhir dengan damai, karena menurut
pegawai Bank BTPN hutang pak imam gozali ini masih terbilang sedikit disbanding
dengan nasabah yang lain.
C.
Analisis Kasus
Dari kasus diatas nasabah bisa dikatan
sebagai pihak yang kurang bertanggung jawab dan lalai dalam pembayaran
angsuran. Disini nasabah juga tidak memenuhi unsur-unsur dalam kredit, dimana
unsurnya itu mengatakan bahwa pihak yang meminjam uang itu wajib melunasi dengan
jangka waktu tertentu beserta bunganya. Sedangkan dalam kasus diatas pak imam
gozali sudah tidak mampu membayar angsuran setelah angsuran ke 10. Pak imam
gozali disini biasa di katakana telah melanggar Peraturan Bank Indonesia nomor
8/13/PBI/2006 pasal 1 angka 8 tentang pengertian kredit yang isinya yaitu Kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Melihat kasus diatas Pak imam
gozali bisa dikatakan masih belum bisa menjaga kepercayaan.
Bagi bank BTPN sendiri, dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pihak yang meminjami uang atau kreditur juga
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah tertera pada Peraturan Bank
Indonesia nomor 8/13/PBI/2006 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut: Bank
wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam memberikan
Penyediaan Dana, khususnya Penyediaan
Dana kepada Pihak Terkait, Penyediaan Dana besar (large exposures), dan atau
Penyediaan Dana kepada pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap Bank. Disini sudah terlihat bahwa pihak Bank memang kurang
hati-hati dalam melakukan penelusuran atau dalam meneliti keadaan ekonomi
nasabah. Karena disini nasabah selain mempunyai hutang kepada Bank BTPN juga
mempunyai hutang pada Bank-Bank yang lain. Selain itu Bank juga tidak
menjalankan prinsip-prinsip yang lain seperti character (watak atau
kepribadian) disini dijelaskan bahwa Bank harus bisa meneliti bahwa nasabah itu
bisa diberi amanat atau nasabah itu mampu mengelola uang, mampu mengelola
usaha, dan mempunyai kemampuan managerial. Sehingga nasabah saat menjalankan
usahanya bisa berhasil dan tidak mengalami kebangkrutan seperti yang dialami
oleh pak imam gozali. Bank juga kurang hati-hati dalam meminta jaminan,
sehingga jaminan yang diberikan oleh nasabah kepada Bank saat dilelang itu
harganya lebih rendah daripada pinjamannya. Seharusnya
jika Bank memang benar-benar melaksakan prinsip kehati-hatian seperti yang
tertera pada pasal 2 Peraturan Bank Indonesia nomor 8/13/PBI/2006 maka Bank
tidak akan memakan mentah-mentah jaminan itu, seharusnya Bank melakukan surve
terhadap rumah yang dijadikan sebagai jaminan seperti melihat terlebih dahulu
tempat itu strategis atau tidak, nyaman dihuni atau tidak, berhantu atau tidak
dan lain-lain.
Sedangkan proses pelelangannya sendiri,
Bank BTPN disini sudah memenuhi aturannya yaitu sebelum melakukan lelang
terlebih dahulu Bank harus memberi surat peringatan kepada debitur dan ketika
pelelangan berhasil dijual pihak Bank juga memberi tahu pada debitur tentang
harganya. Saat melakukan pelelangan disisni Bank BTPN berhak atas barang yang
dijadikan tanggungan oleh si debitur, saat melakukan lelang pihak Bank bisa
mengunakan landasan pada pasal 6 dan pasal 20 UU RI No.4 tahun 1996 tentang hak
tanggungan.
D.
Kesimpulan
Seperti yang kita ketahui pada umumnya,
kesalahan adanya kredit macet itu pastilah kesalahan pada nasabahnya yang tidak
tertib dalam membayar angsuran. Namun jika kita lebih cermati lagi seperti
dalam kasus diatas, kesalah bukan hanya pada nasabahnya saja namun bisa juga
pada pihak Bank nya. Karena jika Bank kurang teliti dalam memilih nasabah
seperti memberikan pinjaman dengan jumlah yang besar kepada orang yang usahanya
kecil sehingga si nasabah tidak mampu membayarnya. Ini juga salah satu faktor
yang bisa membuat nasabah tersendat-sendat bahkan tidak mampu membayar angsuran
sehingga terjadi kredit macet.
analisis yang bagus.. Tapi maaf sebelumnya, mengenai surat peringatan itu bukannya dalam perjanjian yang sudah dijelaskan di atas diberikan sebanyak 3x apabila nasabah lalai, namun masih 2x pemberian surat peringatan ternyata sudah dapat terjadi pelelangan walaupun sma" sudah disetujui oleh kedua belah pihak terutama oleh nasabah. Mengenai hal tersebut, apakah tidak melanggar aturan? Mohon dijelaskan.. Terimakasih
BalasHapus