Rabu, 18 Mei 2016

tugas hukum perbankan tentang kredit macet



KREDIT MACET
A.    Landasan Teori
Kredit dari bahasa latin yaitu creditus-credere yang artinya kepercayaan. dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 8/13/PBI/2006 pasal 1 angka 8 Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Selain istilah, dalam undang-undang perbankan juga diatur tentang unsur-unsur kredit diantaranya yaitu :
1.      Penyediaan uang atau tagihan yang bisa dipersamakan dengan uang
2.      Berdasarkan persetujuan pinjam meminjam
3.      Pihak yang meminjam itu wajib melunasi dalam jangka waktu tertentu disertai bunga.
Selain istilah dan unsur-unsur terdapat pula prinsip-prinsip yang harus dipakai oleh pihak Bank sebelum memilih nasabah, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kredit macet yang akan kita bahas. Prinsip-prinsip itu sering disebut dengan istilah 5 C yaitu :
a)      Character
b)      Capital
c)      Collateral
d)     Condition
B.     Studi Kasus
Pak Imam Gozali adalah seorang pengusaha tambang timah di Bangka, pak imam gozali ini bertempat tinggal di talun kabupaten blitar, awalnya pak imam gozali beranggapan bisnis tambang timah ini sangat menguntungkan akhirnya untuk menambah dan meluaskan usahanya pak imam gozali memutuskan untuk melakukan pinjaman ke Bank BTPN yang berkedudukan di Lodoyo kabupaten blitar pada tanggal 12 maret 2014, pak imam gozali meminjam uang sebesar 165 juta dengan mengunakan jaminan sertifikat rumahnya. Selain di Bank BTPN ini pak imam gozali juga mempunyai pinjaman di Bank-Bank lain. Pak imam gozali dan Bank BTPN membuat kesepakatan bahwa akan mengangsur utang nya itu selama 5 tahun dengan angsuran per bulannya sebesar 3,2 juta, dan apa bila pak imam gozali lalai dalam melakukan pembayaran akan di beri peringatan sebanyak  tiga kali, apabila peringatan sudah dilayangkan tiga kali dan pak imam gozali tetap mengabaikan maka jaminan yang sudah diserahkan pak imam gozali di Bank akan disita oleh pihak bank.
Ternyata setelah mengangsur selama sepuluh kali angsuran, usaha tambang timah pak imam gozali mengalami kebangkrutan, sehingga menyebabkan pak imam gozali tidak mampu membayar angsuran di Bank BTPN. Karena merasa pak imam gozali telah lalai dalam membayar angsuran akhirnya petugas Bank pun mengirim tanda peringatan kepada pak imam gozali, setelah Bank mengeluarkan peringatanya yang ke dua akhirnya pak imam gozalipun pasrah bila rumahnya akan disita oleh Bank BTPN. Disini pihak Bank dan pak gozali bersepakat untuk melelang rumah yang telah menjadi jaminan itu, menurut informasi yang saya dapat pelelangan ini dilakukan oleh pihak Bank BTPN melalui media masa seperti Koran. Setelah berjalannya waktu akhirnya rumah itu berhasil dilelang lalu pihak Bank memberitahukan kepada pak imam gozali kalau rumahnya berhasil dilelang dengan harga 125 juta disini pihak Bank memberikan keringanan kepada nasabah untuk melunasi pokoknya saja dan sekali lagi pak gozali pasrah dan meng iya kannya. Dan uang hasil lelangan itu semua diberikan pada pihak Bank BTPN dan semua masalahpun berakhir dengan damai, karena menurut pegawai Bank BTPN hutang pak imam gozali ini masih terbilang sedikit disbanding dengan nasabah yang lain.
C.    Analisis Kasus
Dari kasus diatas nasabah bisa dikatan sebagai pihak yang kurang bertanggung jawab dan lalai dalam pembayaran angsuran. Disini nasabah juga tidak memenuhi unsur-unsur dalam kredit, dimana unsurnya itu mengatakan bahwa pihak yang meminjam uang itu wajib melunasi dengan jangka waktu tertentu beserta bunganya. Sedangkan dalam kasus diatas pak imam gozali sudah tidak mampu membayar angsuran setelah angsuran ke 10. Pak imam gozali disini biasa di katakana telah melanggar Peraturan Bank Indonesia nomor 8/13/PBI/2006 pasal 1 angka 8 tentang pengertian kredit yang isinya yaitu Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Melihat kasus diatas Pak imam gozali bisa dikatakan masih belum bisa menjaga kepercayaan.
Bagi bank BTPN sendiri, dalam melaksanakan tugasnya sebagai pihak yang meminjami uang atau kreditur juga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah tertera pada Peraturan Bank Indonesia nomor 8/13/PBI/2006 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut: Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam memberikan Penyediaan Dana,  khususnya Penyediaan Dana kepada Pihak Terkait, Penyediaan Dana besar (large exposures), dan atau Penyediaan Dana kepada pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap Bank. Disini sudah terlihat bahwa pihak Bank memang kurang hati-hati dalam melakukan penelusuran atau dalam meneliti keadaan ekonomi nasabah. Karena disini nasabah selain mempunyai hutang kepada Bank BTPN juga mempunyai hutang pada Bank-Bank yang lain. Selain itu Bank juga tidak menjalankan prinsip-prinsip yang lain seperti character (watak atau kepribadian) disini dijelaskan bahwa Bank harus bisa meneliti bahwa nasabah itu bisa diberi amanat atau nasabah itu mampu mengelola uang, mampu mengelola usaha, dan mempunyai kemampuan managerial. Sehingga nasabah saat menjalankan usahanya bisa berhasil dan tidak mengalami kebangkrutan seperti yang dialami oleh pak imam gozali. Bank juga kurang hati-hati dalam meminta jaminan, sehingga jaminan yang diberikan oleh nasabah kepada Bank saat dilelang itu harganya lebih rendah daripada pinjamannya. Seharusnya jika Bank memang benar-benar melaksakan prinsip kehati-hatian seperti yang tertera pada pasal 2 Peraturan Bank Indonesia nomor 8/13/PBI/2006 maka Bank tidak akan memakan mentah-mentah jaminan itu, seharusnya Bank melakukan surve terhadap rumah yang dijadikan sebagai jaminan seperti melihat terlebih dahulu tempat itu strategis atau tidak, nyaman dihuni atau tidak, berhantu atau tidak dan lain-lain.
Sedangkan proses pelelangannya sendiri, Bank BTPN disini sudah memenuhi aturannya yaitu sebelum melakukan lelang terlebih dahulu Bank harus memberi surat peringatan kepada debitur dan ketika pelelangan berhasil dijual pihak Bank juga memberi tahu pada debitur tentang harganya. Saat melakukan pelelangan disisni Bank BTPN berhak atas barang yang dijadikan tanggungan oleh si debitur, saat melakukan lelang pihak Bank bisa mengunakan landasan pada pasal 6 dan pasal 20 UU RI No.4 tahun 1996 tentang hak tanggungan. 
D.    Kesimpulan
Seperti yang kita ketahui pada umumnya, kesalahan adanya kredit macet itu pastilah kesalahan pada nasabahnya yang tidak tertib dalam membayar angsuran. Namun jika kita lebih cermati lagi seperti dalam kasus diatas, kesalah bukan hanya pada nasabahnya saja namun bisa juga pada pihak Bank nya. Karena jika Bank kurang teliti dalam memilih nasabah seperti memberikan pinjaman dengan jumlah yang besar kepada orang yang usahanya kecil sehingga si nasabah tidak mampu membayarnya. Ini juga salah satu faktor yang bisa membuat nasabah tersendat-sendat bahkan tidak mampu membayar angsuran sehingga terjadi kredit macet.

1 komentar:

  1. analisis yang bagus.. Tapi maaf sebelumnya, mengenai surat peringatan itu bukannya dalam perjanjian yang sudah dijelaskan di atas diberikan sebanyak 3x apabila nasabah lalai, namun masih 2x pemberian surat peringatan ternyata sudah dapat terjadi pelelangan walaupun sma" sudah disetujui oleh kedua belah pihak terutama oleh nasabah. Mengenai hal tersebut, apakah tidak melanggar aturan? Mohon dijelaskan.. Terimakasih

    BalasHapus